
Isak Tangis yang Menggambarkan Perjuangan di Balik Kemunculan Mitsubishi Destinator
Tidak mudah bagi seseorang untuk menangani tekanan besar dalam menghadapi peluncuran sebuah produk mobil baru. Hal ini terlihat jelas dari reaksi emosional yang ditunjukkan oleh Intan Vidiasari, atau yang dikenal dengan julukan “Mamabishi”, setelah konferensi pers peluncuran Mitsubishi Destinator di GIIAS 2025. Isak tangisnya tak terbendung dan bahkan masih berlangsung beberapa saat setelah acara selesai.
Dalam kesempatan tersebut, banyak rekan kerjanya yang mencoba menenangkan Mamabishi. Meski air mata masih mengalir, ekspresi wajahnya akhirnya mulai berubah menjadi senyum, meskipun masih sedikit tertahan. Pertanyaannya adalah, apa yang membuat Mamabishi begitu emosional hingga menangis secara tulus?
Menurut pengakuan Mamabishi, tekanan besar berasal dari proses peluncuran Destinator, model terbaru dari Mitsubishi. Ia menjelaskan bahwa ini adalah produk kedua yang secara emosional menguras tenaga dan pikiran, setelah Xpander.
“Setelah Xpander, ini produk kedua yang secara emosional menguras tenaga dan pikiran,” ujar Mamabishi. “Bagaimana caranya supaya produk ini bisa memiliki awareness yang baik di tengah gempuran pasar yang sangat ketat?”
Ia juga menyampaikan bahwa Destinator bukanlah mobil hybrid, tetapi tetap memiliki karakteristik khas Mitsubishi yang telah bertahan selama 55 tahun. “Bagaimana caranya supaya orang percaya pada pengalaman yang ditawarkan meski masih belum hybrid?” tanyanya.
Meski ia menolak mengatakan bahwa kemunculan Destinator merupakan beban mental, ia mengakui bahwa proses ini membutuhkan perhitungan dan strategi yang matang. “Ini bukan sekadar tentang mengeluarkan produk, tapi bagaimana cara membangun kesadaran masyarakat terhadap mobil baru ini.”
Mamabishi juga mengungkapkan bahwa ada banyak aktivitas yang dilakukan di belakang layar, termasuk persiapan berbulan-bulan dan berbagai kegiatan promosi. “Ada preparation berbulan-bulan, pre-launching beberapa minggu, tidak stop-stop. Ada world premiere tambah lagi ada press conference GIIAS, semua dilakukan berdekatan.”
Menurutnya, setelah acara selesai, ada perasaan lega yang menghiasi dirinya. “Jadi enggak tahu kenapa, pas selesai, pas dibilang ini tuh udah selesai, itu udah kayak… ada yang lepas, lega, pecah.”
Selain itu, Mamabishi mengakui adanya tekanan tinggi selama proses peluncuran Destinator berlangsung. “Yaa, aku kan sudah kerja 26 tahun. Mungkin di tahun ke-5, ke-10 pressure yang sama diterima masih dalam jiwa yang muda. Seiring berjalannya waktu, usia nambah tenaga enggak sekuat dulu tapi pressurenya lebih kencang.”
Kondisi persaingan antar merek mobil saat ini dinilai sangat ketat, terutama dengan munculnya brand-brand baru. “Iya kita enggak nyangka, ternyata sekeliling kita banyak banget yang baru. New entry-nya banyak banget dari berbagai penjuru.”
Meski demikian, Mamabishi tetap optimis. Ia mengakui bahwa meskipun fitur dan harga dari brand baru terkesan lebih menguntungkan, pengalaman panjang Mitsubishi tetap menjadi nilai tambah. “Biar bagaimanapun brand sekarang masih kuat. Kita enggak tahu berapa lama itu bisa bertahan tanpa pengalaman yang panjang.”
Respons publik yang positif dan meriah terhadap Destinator menjadi bukti bahwa usaha keras Mamabishi dan tim terbayar. Selain itu, kebijakan harga kompetitif yang diterapkan manajemen MMKSI juga turut berkontribusi dalam meningkatkan daya tarik produk ini.
Dalam diskusi mengenai harga, Mamabishi mengaku bahwa hal ini sudah dipertimbangkan sejak awal. “Pada saat XForce kemarin banyak yang bilang overpriced itu sebagai pukulan pelajaran bahwa memang yang diminta, apa yang diharapkan, yang diprediksikan sama masyarakat. Itu berarti dominasi demandnya seperti itu.”
Ia menekankan bahwa harga Destinator harus dekat dengan ekspektasi masyarakat. “Setidaknya harus dekat-dekatlah (harga Destinator dengan ekspektasi, red). Jangan terlalu jauh, kalaupun misalnya dari sisi produksi dan segala macamnya harus dikorbankan, setidaknya di tahap awal itu harus dikeluarkan semaksimal mungkin.”
Akhirnya, Mamabishi mengakhiri pembicaraan dengan senyum yang kembali muncul. “Kalau harganya segitu, ayolah kita gas terus.”