
Putusan Pengadilan Florida Berdampak pada Tesla
Pada hari Jumat (1/8/2025), pengadilan federal di Miami mengambil keputusan penting terkait kasus yang melibatkan perusahaan mobil listrik ternama, Tesla. Dalam putusan tersebut, raksasa otomotif ini dinyatakan wajib membayar sebesar 243 juta dolar AS atau sekitar Rp 4 triliun kepada para korban kecelakaan fatal yang terjadi pada tahun 2019. Keputusan ini menandai kemenangan langka bagi keluarga dan korban yang terlibat dalam insiden yang melibatkan fitur Autopilot milik Tesla.
Putusan ini juga menjadi indikasi bahwa mungkin akan muncul lebih banyak tuntutan hukum terhadap Tesla. Sebelumnya, Elon Musk telah berupaya memperluas bisnis robotaxi Tesla dengan memperkenalkan versi canggih dari perangkat lunak bantuan pengemudinya. Namun, kini, perusahaan harus menghadapi konsekuensi dari penggunaan teknologi tersebut.
Saham Tesla turun sebesar 1,8 persen pada hari Jumat, sementara penurunan total saham mencapai 25 persen sepanjang tahun ini. Hal ini menunjukkan bahwa pasar mulai merespons dampak dari putusan pengadilan tersebut.
Ganti Rugi untuk Korban Kecelakaan
Dalam putusan tersebut, juri memberikan ganti rugi kompensasi sebesar 129 juta dolar AS kepada ahli waris Naibel Benavides Leon dan mantan pacarnya, Dillon Angulo. Selain itu, mereka juga mendapatkan ganti rugi hukuman sebesar 200 juta dolar AS. Tesla dinyatakan bertanggung jawab atas 33 persen dari ganti rugi kompensasi, yaitu sebesar 42,6 juta dolar AS.
Sementara itu, juri memutuskan bahwa pengemudi George McGee bertanggung jawab atas 67 persen kerugian, meskipun ia bukan terdakwa dan tidak akan membayar bagian dari kerugian tersebut. Menurut pengacara para penggugat, Brett Schreiber, Tesla merancang Autopilot hanya untuk jalan raya dengan akses terkendali. Namun, perusahaan secara sengaja memilih untuk tidak membatasi penggunaannya di tempat lain, bahkan saat Elon Musk menyatakan bahwa Autopilot bisa berkendara lebih baik daripada manusia.
Tanggapan dari Tesla
Tesla mengklaim bahwa putusan tersebut salah dan akan menghambat keselamatan otomotif serta upaya industri dalam mengembangkan teknologi penyelamat jiwa. Perusahaan akan mengajukan banding terhadap putusan tersebut. Tesla menegaskan bahwa kecelakaan yang terjadi tidak disebabkan oleh Autopilot, tetapi oleh kesalahan pengemudi.
Para penggugat sebelumnya menuntut ganti rugi sebesar 345 juta dolar AS. Ini merupakan sidang pertama yang melibatkan kematian pihak ketiga akibat penggunaan Autopilot. Para ahli hukum memprediksi bahwa putusan ini dapat memicu lebih banyak gugatan di masa depan, dan proses penyelesaian kasus-kasus serupa bisa menjadi lebih mahal.
Dampak pada Industri Otomotif
Putusan ini juga berpotensi menghambat upaya Elon Musk, orang terkaya di dunia, untuk meyakinkan investor bahwa Tesla dapat menjadi pemimpin dalam kendaraan otonom dan robotaxi. Meski penjualan kendaraan listrik Tesla mengalami penurunan, sebagian besar nilai pasar hampir $1 triliun masih bergantung pada kemampuan Musk untuk mengubah perusahaan menjadi perusahaan robotika dan kecerdasan buatan.
Peran Pengemudi dalam Kasus Ini
Sidang ini berkaitan dengan kejadian pada 25 April 2019, ketika George McGee mengemudikan Model S 2019 dengan kecepatan sekitar 100 km/jam melewati persimpangan jalan dan menabrak Chevrolet Tahoe milik para korban. McGee diduga tidak menerima peringatan apa pun saat melewati rambu berhenti dan lampu merah, sehingga menyebabkan kecelakaan.
Benavides Leon diduga terlempar sejauh 23 meter hingga tewas, sedangkan Angulo mengalami luka serius. Philip Koopman, seorang profesor teknik di Universitas Carnegie Mellon, mengatakan bahwa satu-satunya cara juri dapat memutuskan Tesla tidak bersalah adalah dengan menemukan cacat pada perangkat lunak Autopilot.
Tesla, dalam pernyataannya, menegaskan bahwa McGee sepenuhnya bersalah. “Tidak ada mobil pada tahun 2019, dan tidak ada hari ini, yang akan mencegah kecelakaan ini,” kata perusahaan. Mereka menilai bahwa masalah ini bukan tentang Autopilot, tetapi tentang kesalahan pengemudi.