
, YOGYA
– Dunia otomotif selalu menarik untuk dijelajahi karena ia menjadi ruang bagi siapa saja, tanpa batas.
Salah satu yang membuktikannya adalah Ezra Prabu, seorang mahasiswa penyandang disabilitas tuli yang menyalurkan semangat dan ekspresinya lewat modifikasi motor.
Dengan pendekatan penuh rasa dan ketekunan, Ezra membangun Kawasaki W175 bergaya scrambler yang bukan hanya tangguh di medan, tapi juga sarat makna personal.
Ezra mulai tertarik pada dunia otomotif dan modifikasi sejak usia 15 tahun.
Awalnya, ia menyerap inspirasi dari berbagai kanal YouTube otomotif seperti Alit Susanto, Den Dimas, hingga Atenx Andiakbar, serta pengalaman langsung dari menghadiri event tahunan seperti Kustomfest.
Di sanalah ia mulai menyerap semangat komunitas custom, termasuk melalui diskusi visual dan taktil bersama dua rekannya yang juga tuli.
“Aku mulai modif motor W175 sejak tahun 2018, awalnya masih setengah orisinil. Saya pelan-pelan cicil, mulai dari ban semi trail dan knalpot. Sekarang sudah cukup banyak ubahan bergaya scrambler,” kata Ezra.
Ezra memilih Kawasaki W175 bukan tanpa alasan.
Menurutnya, motor ini punya desain dasar bergaya klasik yang sangat fleksibel untuk dikustomisasi ke berbagai gaya: scrambler, bratstyle, cafe racer, hingga chopper.
Selain itu, perawatannya mudah dan sparepart-nya gampang dicari.
Adapun alasan memilih genre scrambler, Ezra menjawab lugas, “Saya suka tampilan scrambler yang tangguh dan gagah, mirip Triumph Scrambler 2006—itu motor impian saya.” Konsep scrambler yang bisa diajak melintasi jalur semi-offroad dianggap mewakili karakter pribadinya: bebas dan suka menjelajah.
Proses modifikasi Ezra melibatkan banyak ubahan mendetail, seperti Ban semi trail Corsa Cross (depan 120/80, belakang 130/80). Ring velg 17” Rossi Sprint XD, ruji TDR. Headlamp custom Exanon, lampu belakang CB BSA, dan sein LED Blinkers.
Bagian setang dan suspensi juga mendapat sentuhan baru. Ia mengganti setang dengan milik W175 TR yang lebih tinggi, ditambah peninggi stang Motowolf agar posisi berkendara lebih nyaman.
Suspensi belakang diganti dengan model aftermarket yang lebih keras, menyesuaikan kebutuhan saat touring atau trabasan.
Jok juga diganti dengan model custom yang dibuat oleh Wbike Garage. Knalpot Savaltor bergaya scrambler pun melengkapi tampilan akhir motornya.
Tak semua part dibeli jadi. Ezra bersama temannya, Bintang, yang juga tuli, membuat beberapa bracket custom secara handmade.
Mulai dari bracket footstep ala café racer, bracket lampu depan, hingga adaptor gear belakang yang fungsional.
Salah satu tantangan terberat justru datang dari ukuran ban belakang. Dengan ukuran 130/80, ban nyaris menyentuh rantai.
Solusinya? Ezra bersama Bintang merancang adaptor gear custom dan memperlebar boshing arm agar roda belakang bisa bekerja tanpa gesekan.
“Aslinya, swing arm ini maksimal untuk ban ukuran 120,” jelasnya.
Masalah teknis lain muncul dari tromol rem belakang yang berbunyi berdecit. Alih-alih menyerah, mereka menelusuri solusinya lewat tutorial YouTube dan akhirnya berhasil memperbaiki sendiri.
Namun untuk urusan kelistrikan dan suara mesin, Ezra mempercayakannya pada bengkel.
“Saya tidak bisa mendengar getaran atau suara mesin yang bermasalah. Jadi bagian itu saya serahkan ke mekanik,” akunya.
Dalam kesehariannya, Ezra tetap aktif menggunakan motornya untuk aktivitas harian, touring, hingga trabasan ringan. Ia mengandalkan kemampuan visual secara maksimal: melihat spion, mengecek kanan-kiri dengan teliti, serta merasakan getaran motor melalui stang atau injakan rem.
“Saya bisa merasakan kampas rem yang habis dari getaran di tangan dan kaki. Bunyi decit juga bisa terasa lewat getaran,” tambahnya.
Untuk meningkatkan visibilitas saat berkendara, Ezra juga memasang lampu sein LED terang agar sinyal beloknya lebih jelas terlihat oleh pengendara lain, terutama saat menyeberang atau berpindah jalur.
Bagi Ezra, motor adalah bentuk ekspresi. Meski tak bisa mendengar raungan knalpot atau deru mesin, ia bisa merasakan “jiwa” motor dari getaran, desain, kenyamanan, dan ketangguhan di jalan.
Dalam proses membangun motornya, Ezra juga menekankan pentingnya komunikasi dengan bengkel, terutama bagi teman-teman tuli.
Ia menyarankan menggunakan media tulis, gambar, atau ponsel untuk menyampaikan konsep yang diinginkan.
“Yang penting fokus selera dan kenyamanan masing-masing untuk mulai konsep akan modifikasi. Selain itu, yang penting motor bukan cuma soal suara saja, tetapi juga soal rasa dan gaya masing masing,” tutup Ezra.
Ezra Prabu bukan hanya seorang pehobi modifikasi, tapi juga simbol inklusivitas dunia otomotif.
Ia menunjukkan bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk berkarya, berekspresi, dan tetap melaju.
Di balik ban semi trail dan knalpot scrambler-nya, ada semangat besar yang tak bisa diredam.
(nto)