
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengingatkan adanya potensi ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor otomotif akibat kondisi industri yang masih sulit dalam dua tahun terakhir.
Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, menuturkan bahwa industri otomotif di Indonesia melibatkan jaringan besar dengan tenaga kerja yang sangat banyak. Di tengah kondisi pasar yang masih lesu, kekhawatiran akan potensi PHK mulai mengemuka.
“Bahwa kapasitas kita sekitar 2,2 juta unit produksi mobil roda 4 ke atas satu tahunnya yang melibatkan seluruh ekosistemnya sekitar 1,5 juta pekerja. Ini yang perlu kita pertahankan dalam kondisi yang sulit ini kita tidak ingin ada terjadi PHK,” ujar Kukuh dalam RDP Panja bersama Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (10/7).
Sejak dihantam pandemi COVID-19, sektor otomotif mengalami penurunan tajam. Produksi mobil yang sebelumnya tinggi, anjlok drastis hingga hanya mencapai sekitar 500 ribu unit saat masa krisis. Meski sempat menunjukkan pemulihan dan menyentuh angka 1 juta unit pada 2022, penurunan kembali terjadi pada 2023.
Meski demikian, masih ada potensi positif dari kinerja ekspor kendaraan. Kukuh menjelaskan bahwa ekspor kendaraan sempat menyentuh 505 ribu unit pada 2022, tetapi kembali menurun menjadi sekitar 472 ribu unit di tahun berikutnya.
“Nah kita berharap dalam kondisi sulit ini ekspornya masih bisa kita pertahankan di kisaran 400 ribu unitnya. Ini cukup menarik walaupun kondisi dalam negeri memang masih cukup sulit,” katanya.
Sebelumnya, Gaikindo optimistis target penjualan mobil nasional sebesar 850 ribu unit di tahun 2025 bisa tercapai. Target tersebut diyakini bisa tembus meski pasar otomotif belum menggeliat.
Berdasarkan data
wholesales
, penjualan mobil di Indonesia pada Januari hingga Mei 2025 tercatat sebanyak 316.981 unit. Angka ini mengalami penurunan 5,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang mencapai 335.405 unit.
Ketua Umum Gaikindo, Yohannes Nangoi, mengakui bahwa situasi industri otomotif saat ini memang tidak sedang berada di titik ideal. Namun, ia masih menyimpan harapan pasar bisa tumbuh, meski harus diiringi dengan kehati-hatian.
Dia menyoroti bahwa konflik geopolitik global juga menjadi salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi ekonomi dunia dan berdampak langsung terhadap daya beli masyarakat di Indonesia, termasuk untuk pembelian kendaraan bermotor.