
Presiden AS Donald Trump Umumkan Tarif Baru untuk Produk Impor Indonesia
Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, kembali mengumumkan pemberlakuan tarif baru terhadap barang impor yang berasal dari berbagai negara. Kali ini, produk Indonesia menjadi target utama dari kebijakan tersebut. Dalam kesepakatan dagang yang diumumkan pada Selasa (15/7/2025), Trump menetapkan tarif sebesar 19 persen untuk berbagai komoditas Indonesia yang masuk pasar AS.
Langkah ini langsung berdampak pada sejumlah komoditas unggulan Indonesia, termasuk minyak sawit, perangkat elektronik, ban, dan produk perikanan. Dengan adanya tarif baru ini, para pelaku industri di Indonesia harus bersaing dengan beban biaya yang lebih tinggi dibandingkan sebelumnya.
Berdasarkan data Biro Sensus AS, kategori impor terbesar dari Indonesia pada 2024 mencakup beberapa komoditas penting, seperti:
- Minyak sawit
- Perangkat elektronik seperti router dan sakelar data
- Alas kaki
- Ban mobil
- Karet alam
- Udang beku
Komoditas-komoditas ini kini harus menghadapi tarif yang lebih tinggi, sehingga memengaruhi daya saing mereka di pasar AS. Trump menyebut tarif 19 persen sebagai bagian dari perjanjian dagang baru antara AS dan Indonesia, yang menurutnya lebih menguntungkan bagi pihak AS.
Ia juga menyatakan bahwa Indonesia telah setuju untuk membeli produk energi AS senilai 15 miliar dolar AS (sekitar Rp 244 triliun), produk pertanian senilai 4,5 miliar dolar AS (sekitar Rp 73 triliun), serta 50 pesawat Boeing. Meski demikian, tidak ada informasi resmi tentang kapan transaksi tersebut akan dilakukan.
“Mereka akan membayar 19 persen dan kami tidak akan membayar apa pun… kami akan punya akses penuh ke Indonesia,” ujar Trump di luar Gedung Putih.
Meskipun belum ada penjelasan resmi, pernyataan Trump menunjukkan bahwa ekspor dari Indonesia ke AS terkena tarif, sementara barang AS dapat masuk tanpa bea. Model ini mirip dengan perjanjian awal antara AS dan Vietnam.
Pada tahun 2024, total nilai perdagangan antara Indonesia dan AS hampir mencapai 40 miliar dolar AS (sekitar Rp 651 triliun). Ekspor AS ke Indonesia meningkat sebesar 3,7 persen, sedangkan impor dari Indonesia ke AS tumbuh sebesar 4,8 persen. Hal ini menyebabkan AS mengalami defisit perdagangan barang hampir 18 miliar dolar AS (sekitar Rp 293 triliun).
Dengan kenaikan tarif ini, pelaku industri di Indonesia berpotensi kehilangan daya saing di pasar AS. Misalnya, minyak sawit selama ini menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia ke AS. Tarif 19 persen dapat mendorong importir AS beralih ke pemasok dari negara lain, sehingga memengaruhi stabilitas ekonomi Indonesia dalam jangka panjang.
Kebijakan ini juga menimbulkan pertanyaan tentang dampak jangka panjang terhadap hubungan dagang antara dua negara. Pasar AS tetap menjadi tujuan ekspor utama bagi banyak produk Indonesia, namun dengan adanya tarif yang meningkat, para pelaku usaha harus segera menyesuaikan strategi agar tetap bisa bertahan di pasar global.