
Motor yang Menemani Perjalanan Kebanggaan
Banyak orang menyebut motor ini sebagai kendaraan bagi kaum bapak. Terlebih di dunia media sosial, nampaknya motor ini sering kali dikaitkan dengan para pria yang berusia di atas empat puluh tahun. Pengalaman penulis selama menggunakan motor ini menunjukkan bahwa mayoritas penggunanya memang dari kalangan laki-laki dewasa.
Motor ini juga sangat populer di kalangan masyarakat desa karena sifatnya yang tahan terhadap berbagai medan. Dari jalan tanah yang tidak rata hingga jalan makadam dan medan berpasir atau berlumpur, motor ini mampu melewati semua kondisi tersebut dengan baik. Bahkan, jalanan beraspal yang lurus, berliku, menanjak, maupun menurun pun tidak menjadi masalah.
Bagi mereka yang suka touring ke pelosok desa, motor ini sangat cocok. Jelajah hutan atau menyusuri tebing dan lembah juga tidak menimbulkan kesulitan. Yang terpenting adalah keberanian pengendaranya. Banyak pengguna motor ini berani melaju hingga kecepatan 110 km per jam, meskipun penulis hanya berani sampai 80 km per jam. Kecepatan ini biasa dicapai saat melintasi Jalan Lintas Selatan antara Trenggalek hingga Kulon Progo, serta jalur Daendels Selatan.
Meskipun termasuk dalam kategori motor sport, modelnya tidak terlihat terlalu sportif. Tangki motor ini terlalu besar, ditambah dengan sayap tangki yang membuat keseluruhan bentuknya terlihat agak tidak ramping dan sedikit aneh. Bagi penulis yang telah menggunakannya sejak 2011, sayap tangki ini cukup mengganggu penampilan. Akhirnya, penulis memutuskan untuk melepasnya agar lebih nyaman secara estetika.
Selain itu, penulis sering memasang braket tambahan di bagian belakang sadel. Fungsinya untuk memudahkan menaruh ransel saat perjalanan jauh. Braket ini juga digunakan untuk menaruh keranjang sayur saat panen atau membawa rumput pakan ternak. Bahkan, braket ini juga digunakan oleh sebuah komunitas untuk mengambil dan menjual barang-barang rongsokan guna menambah dana operasional sosial.
Pilihan penulis pada motor ini bukan hanya karena modelnya yang kokoh dan kapasitas mesin 150 cc, tetapi juga untuk mendukung mobilitas saat masih bekerja. Saat itu, penulis sering berpindah dari satu unit sekolah ke unit lain yang jaraknya sekitar 60 km. Tidak ada pilihan lain karena motor ini dibelikan oleh pimpinan. Setelah pensiun, motor ini menjadi milik pribadi dan telah menemani perjalanan bersama istri dalam touring dan traveling antara 2022 hingga 2025.
Penulis memberi nama motor ini “Libas”, yang merupakan akronim dari nama istri dan dirinya sendiri. Nama ini diambil karena motor ini suka melibas berbagai medan berat, baik pagi hari hingga tengah malam. Perjalanan yang dilakukan mencakup wilayah dari Banyuwangi di ujung timur Jawa hingga Kebumen, Jawa Tengah. Mulai dari Alas Purwo hingga Alas Gombel, serta dari dataran tinggi Tengger hingga dataran tinggi Dieng.
Sebagai motor tua, tentu saja motor ini pernah mengalami beberapa gangguan. Salah satunya adalah rantai putus saat berada di tepi hutan. Masalah yang sering muncul adalah kebocoran dan rembesan BBM akibat tangki yang mulai rapuh. Akhirnya, penulis memutuskan untuk mengganti tangki daripada terus melakukan tambal sana-sini yang justru meningkatkan biaya perawatan.
Motor ini adalah salah satu kendaraan yang kuat dan tangguh. Cocok bagi para kaum bapak dan lansia yang ingin menikmati keindahan alam sambil merasa syukur atas karunia Sang Pencipta yang maha agung.