
Perjalanan Seorang Guru Madrasah Diniyah yang Viral dan Mendapat Dukungan
Di sebuah desa kecil di Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, terdapat rumah sederhana yang bersebelahan dengan mushola. Di sanalah Ahmad Zuhdi (63), seorang guru Madrasah Diniyah (Madin) Roudhotul Mutaalimin, tinggal. Rumah ini menjadi tempat menerima tamu-tamu yang datang memberikan dukungan setelah kisahnya viral di media sosial.
Peristiwa yang membuat Zuhdi jadi perbincangan terjadi di madrasah tempat ia mengajar. Sebuah insiden diduga penamparan murid terekam dan menyebar di media sosial. Akibatnya, wali murid menuntut Zuhdi untuk membayar ganti rugi sebesar Rp25 juta. Namun, nominal itu akhirnya turun menjadi Rp12,5 juta.
Zuhdi mengaku bahwa semua tindakannya hanyalah bentuk teguran, bukan kekerasan. Ia menjelaskan bahwa ia melihat anak-anak sebagai keluarganya sendiri. Meski begitu, tekanan finansial membuatnya sampai berpikir untuk menjual motornya. Syukur, sahabat-sahabatnya memberikan dukungan, baik berupa patungan maupun pinjaman.
Zuhdi ingin agar masalah ini cepat selesai agar pikirannya tenang dan tidak ada keributan. Baginya, mengajar ngaji bukan hanya profesi, tapi juga pengabdian seumur hidup. Ia hanya mendapatkan bayaran selama 4 bulan sekali sebesar Rp450 ribu. Meski dalam ujian, ia tetap berharap anak-anak didiknya menjadi generasi yang berakhlak baik.
Kasus ini menarik perhatian banyak pihak, termasuk pendakwah Gus Miftah. Ia datang langsung ke Mushola Ikhwanul Assalafy, tempat Zuhdi tinggal, untuk memberikan dukungan. Tidak hanya itu, Gus Miftah juga memberikan hadiah besar, yaitu memberangkatkan Zuhdi dan istrinya umroh serta memberikan sepeda motor baru.
Gus Miftah menyampaikan bahwa ini adalah bentuk apresiasi kepada guru-guru ngaji yang mengajar dengan penuh keikhlasan. Ia juga berharap kejadian serupa tidak terulang lagi. Menurutnya, guru ngaji adalah pejuang-pejuang luar biasa yang harus dijaga.
Viralnya kasus ini memicu gelombang simpati dari masyarakat. Banyak orang mengecam nominal uang damai, sementara yang lain mengapresiasi perjuangan Zuhdi. Dengan bantuan Gus Miftah, beban Zuhdi terasa lebih ringan. Ia berharap damai, teman-teman tidak repot, dan hidupnya kembali tenang.
Respons dari Anggota DPRD Jawa Tengah
Kasus ini juga mendapat perhatian dari anggota Komisi E DPRD Jawa Tengah Fraksi Golkar, Arif Wahyudi. Ia datang langsung ke kediaman Zuhdi untuk memberikan dukungan moral. Meski tidak mengubah denda yang dibebankan, ia menyatakan prihatin atas kejadian ini.
Arif Wahyudi menilai dunia pendidikan, khususnya pendidikan keagamaan seperti madin, seharusnya mendapatkan perlindungan dan dukungan. Bukan justru menghadapi kriminalisasi atas niat baik dalam mendidik. Ia menyarankan adanya pendekatan bijak dan mediasi dalam menyelesaikan masalah ini.
Ia juga mendorong Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama untuk memberikan pendampingan hukum kepada Zuhdi. Selain itu, ia mengajak semua pihak untuk kembali mengedepankan musyawarah dan nilai-nilai kekeluargaan dalam menyelesaikan persoalan yang melibatkan guru.
Reaksi Warganet dan Donasi
Kisah Zuhdi juga viral di media sosial, terutama Instagram. Video yang menunjukkan Zuhdi menandatangani selembar kertas dengan meterai menarik perhatian warganet. Banyak dari mereka merasa prihatin dan memberikan komentar yang penuh dukungan.
Beberapa warganet menyampaikan seruan donasi, meskipun ada yang mengatakan bahwa donasi dilakukan secara mandiri oleh warga setempat. Mereka menulis pesan-pesan yang menunjukkan kepedulian terhadap nasib Zuhdi.
“Bayarannya tidak seberapa, yang sabar ya Pak,” tulis salah satu pengguna. “Gusti, kasihan guru Madin,” tulis yang lain. Semua komentar ini menunjukkan bahwa kisah Zuhdi telah menjadi perhatian bersama.